Senin, 11 Oktober 2010

MENYOAL POLIBRITI

Sebuah kata yang agaknya asing di pendengaran khalayak umum. Ialah gabungan dari kata politisi dan selibriti. Dimana saat ini tengah mengantri sederet nama selibriti untuk mengikuti PILKADA di beberapa tempat di Indonesia. Langkah mereka yang dianggap banting stir ini menuai berbagai kontroversi. Seperti ada yang aneh jika seorang selebritis yang bergelimang kemewahan, hidup dalam kesenangan duniawi, berpenghasilan jauh lebih besar dan lebih terkenal dari sekedar seorang kepala daerah tertentu, lalu merubah alur hidupnya menjadi seorang politisi dan mencalonkan diri untuk jabatan tertentu pula. Lalu, bukankah merupakan sebuah keanehan yang teramat nyata ketika seorang yang pernah menduduki jabatan tertentu dan dinyatakan gagal  bahkan membuat banyak permasalahan baru, kembali mencalonkan diri untuk jabatan itu atau jabatan lainnya?

Fenomena polibriti memang bukan hal baru di negeri ini. Hanya saja masih menuai kontroversi bahkan debat kusir dari berbagai pihak. Fenomena ini tidak seharusnya diperlakukan layaknya sebuah hal yang aneh, bahkan tidak senonoh. Selama ini artis dianggap tidak mengerti dunia politik. Dianggap bodoh untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dan tidak layak dijadikan pemimpin.

Semua kita menyetujui bahwa masyarakat Indonesia bukanlah masyarakat primitif dan tidak berintelektualitas. Berapa banyak orang pintar dan berpendidikan tinggi di negeri ini hanya menjadi seorang dosen, guru besar atau penasehat pada lembaga-lembaga tertentu. Lalu berapa banyak orang yang lebih pintar dan lebih berpendidikan dari seorang presiden di negeri ini. Seorang pemimpin tidaklah harus lebih pintar dari rakyatnya. Nyatanya, kita ketahui bersama bahwasannya ada saja lulusan sekolah menengah yang pernah menjadi orang nomor satu di negeri ini. Lalu apakah serta-merta negeri ini hancur begitu saja? Kiranya keberadaan kita saaat ini jawabannya.

Pernyataan tak berdasar bahwasannya selebritis tidak layak menjabat kiranya patut diwaspadai. Tunggangan-tungangan tertentu dari beberapa pihak yang tidak senang di mata masyarakat menjadi tuduhan utamanya. Biasanya pihak ini adalah kelompok yang hanya mengatasnamakan golongan tertentu. Mereka gerah jikalau popularitas artis dapat menarik suara yang begitu besar. Hal ini merupakan sebuah bukti nyata egoisme mereka. Negara ini bukanlah sekedar untuk sebuah golongan. Negara ini Bhinneka Tunggal ika. Tidak mesti golongan tertentu saja yang bisa menjadikan negeri ini makmur. Nyatanya sudah berbagai macam orang nomor satu di negeri ini, tetap saja kita merasakan dan menyaksikan betapa sulitnya hidup  di negeri ini. Mulai dari kalangan militer tingkat tinggi, seorang cendekiawan, kyai, negarawan, pengusaha sampai kalangan militer tingkat menegahpun tetap saja Indonesia adalah Indonesia yang seperti kita saksikan saat ini. Bahkan ironisnya, ketika negeri ini dipimpin oleh seorang dari kalangan militer, amatlah banyak kita saksikan berbagai permasalahan militer dan hukum.

Profesi selebritis yang menghibur masyarakat tidaklah patut untuk dijadikan ‘kambing hitam’ untuk menolak kehadiran mereka di dunia politik. Terlepas dari niat dan ambisi partai meraup suara sebanyak-banyaknya, menjadi politisi dan berpolitik adalah hak setiap warga. Seperti juga hak setiap manusia untuk menjadi dosen, karyawan, wartawan, polisi atau pengusaha dan sebagainya. Tentu bagi setiap pekerjaan ada resikonya masing-masing.

Resiko artis menjadi politisi adalah dicurigai, diremehkan, ditinggalkan penggemar. Biasa. Tetapi tentu bukan hal yang dilarang apabila seorang artis diam-diam punya gagasan bagus dalam membangun negara. Misalnya di bidang seni dan budaya. Lalu saat ia duduk di DPR, ia tuangkan ide-ide itu dalam undang-undang di komisi kebudayaan misalnya. Ada juga artis yang kuliah di bidang hukum, ekonomi, managemen dan sebagainya. Tentu ilmunya bisa dipakai saat menyusun undang-undang.


Kiranya tidak pantas jika kita menilai buruk sesorang sebelum berbuat. Bukankah prasangka buruk merupakan perbuatan yang tidak berkeadaban? Bahkan merupakan sebuah pelanggaran HAM jikalau ada pihak yang menghalang-halangi mereka meraih apa yang mereka mau dengan cara beropini tidak baik. Tentunya perlu persiapan-persiapan tertentu dari para selebritis yang memang telah memutuskan untuk mengubah jejak hidupnya untuk berkiprah di dunia politik dan untuk menduduki jabatan tertentu. Hendaknya kita berfikir secara jernih, positif dan luas. Bukan malah mudah diprovokasi, berbudaya taqlid, berprasangka buruk dan picik dalam pemikiran.