Minggu, 23 Oktober 2011

Betapa Moderatnya Islam Kita

“Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu ummat pertengahan agar kamu menjadi saksi
 atas perbuatan manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatanmu”
(QS Al Baqarah – 143)

Seringkali Islam diragukan dan dimungkiri kemoderatannya. Lebih dari itu, ada saja pihak yang menentang secara keras bahkan radikal akan kemoderatan Islam. Seakan mereka menentang apa yang telah menjadi kodrat diutusnya agama Islam didunia ini. Bahkan lebih dari itu pula, seakan mereka tidak setuju, bahkan menentang keras apa yang telah tertulis dalam Al Quran -kitab yang ternyata juga mereka agungkan.

Kutipan ayat yang telah ditulis diawal menyatakan secara tersurat akan kemoderatan Islam. Moderat. Begitu penulis mengartikan kata-kata wasathon, yaitu pertengahan, dan kiranya tidak salah jika penulis mengatakannya sebagai moderat. Hanya saja tentunya ada makna-makna tersirat dibalik ayat yang sekilas begitu gamblang dan tersurat ini.

Cerita punya cerita, seorang ulama masyhur masa kini mencoba untuk menguak apa yang tersirat dalam kata wasathon tersebut. Ialah Syaikh Yusuf Al Qardhawi dalam salah satu kitab fenomenalnya, dari banyak kitab-kitab fenomenal karyanya. Ialah kitab “Al Khashais Al ‘Amah Li Al Islam”, sebuah kitab masyhur dikalangan akademisi. Beliau menemukan empat perkara yang tersirat dalam kata wasathon, yang selama ini disebut-sebut sebagai moderat dan seringkali diragukan serta dimungkiri kodratnya.

Pertama adalah wasathiyyah fi al ‘aqidah, yaitu kemoderatan Islam dalam aqidah, kepercayaan. Sejak zaman dahulu kala, telah ada fenomena golongan yang mempercayai keberadaan banyaknya Tuhan. Tuhan yang lebih dari satu. Tuhannya air, tanah, langit, udara, dan seterusnya. Bahkan dizaman modern seperti sekarang golongan seperti itu masih ada. Islam hanya mempercayai Allah sebagai pencipta langit, bumi, segala isinya dan kuasa atas segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Tidak berarti Islam memungkiri adanya pencipta, seperti golongan yang kita kenal dengan sebutan atheis.

Yang kedua adalah wasathiyyah fi al ‘ibadah, yaitu kemoderatan Islam dalam ibadah. Ibadah-ibadah wajib dalam Islam tidak merusak urusan duniawi manusia. Manusia tetap dapat menjalankan urusan duniawinya tanpa meninggalkan ibadah yang telah menjadi kewajibannya. Keduanya saling beriringan dan mendukung satu sama lain. Tidak pula ibadah itu nihil dalam Islam.

Yang ketiga adalah wasathiyyah fi at tasyri’, yaitu kemoderatan Islam dalam pensyariatan, aturan dan batasannya. Islam tetap menjaga fitrah manusia. Syariat Islam tidak mengekang sifat-sifat fitrah manusia. Kalau boleh kita ambil contoh seperti Rahib dan Biksu misalnya, yang diatur dalam agama mereka tidak boleh melakukan pernikahan. Alhasil, tersebarlah spekulasi masiv atas perzinahan dikalangan mereka. Islam juga tidak membebaskan sebebas-bebasnya hawa nafsu manusia. Seperti misalnya budaya seks bebas di belahan bumi bagian Barat. Islam mempunyai batasan-batasan yang tentunya menjaga kemashlahatan manusia sendiri.

Yang terakhir adalah wasathiyyah fi al akhlaq, kemoderatan Islam dalam akhlak. Dalam Islam dikenal habl min Allah dan habl min an naas. Keduanya saling beriringan dan bersinergi. Dalam prakteknya pula, Islam mengenal toleransi dan pluralitas. Toleransi dalam hal habl min an naas, dan tidak pada hal-hal yang prinsip. Islam juga mengenal pluralitas, dan bukan pluralisme yang menyamakan semua agama.

Empat perkara itulah yang telah meluruskan pandangan dan substansi atas pemahaman kita terhadap kemoderatan Islam. Tidak ditemukan sama sekali dalam hal ini Islam yang moderat adalah Islam yang fleksibel, toleran dalam segala hal apalagi mengakui pluralisme. Islam itu wasathon, pertengahan, moderat. Ada keseimbangan antara hal-hal yang bertolak belakang yang telah dipaparkan diatas, bukan men-tarjih-nya. Ada kebebasan dan batasan, bukan membebaskan sebebas-bebasnya. Ada juga sinergi antara keduanya, bukan memisahkannya. Batapa moderatnya Islam kita!

Terakhir kali melakukan hubungan

Dalam rangka penelitian perilaku seks, seorang peneliti mewawancarai seorang pilot.

"Dapatkah anda ceritakan kapan terakhir kali anda melakukan hubungan?" tanya Peneliti.

"Sembilan belas lima puluh sembilan," jawab Pilot.

Dengan reputasi pilot yang sering terdengar memiliki banyak pasangan, Peneliti kaget dengan jawaban seperti itu.

"Waktu yang lama sekali!" hardik Peneliti.

"Ya mungkin juga, ..." jawab Pilot sambil melihat jamnya

"Tapi sekarang baru duapuluh satu lima belas."

Titi Kolo Mongso

Titi Kolo Mongso, saya bertemu seorang sarjana fresh graduate. Ia adalah lulusan pakultas ekonomi universitas swasta terkemuka –mahal- di ibukota. Kami berbincang-bincang dengan sangat intens hingga serius, bahkan krusial. Kiranya topik yang kami bicarakan sudah barang tentu dapat ditebak. Ya, pembicaraan yang memang krusial menurut saya.

Bahwasannya masa kuliahnya selama 8 semester telah membawanya menjadi seorang berpendidikan dan terdidik tentunya. Kini  dengan bangganya ia menyandang gelar Sarjana Ekonomi. Yang lebih fantastis, ia lulus dengan IPK 3,77! Namun, kebanggaannya bukanlah berarti segalanya dalam hidupnya. Masa perjuangan saat kuliah ; pulang-pergi setiap harinya demi kuliah, energi, pikiran, waktu, biaya uang dan kesempatan yang telah ia keluarkan segalanya saat itu kini terasa lenyap tak berbekas, hampa penuh penyesalan, membawanya kepada ketidaktahuan yang nyata.

Bahwasannya ia tak tahu kini harus berbuat apa. Sudah di 14  perusahaan ia melamar pekerjaan, namun satupun dari perusahaan tersebut tak menerimanya. Entah mengapa, padahal ia terkenal kutu buku, pelanggan utama perpustakaan, jawara di setiap mata kuliah, bahkan sumber contekan terpercaya teman-temannya. Ironis. Mungkin karena 14 itu angka sial.

Bahwasannya proses interviewlah yang menurutnya telah membuatnya gagal pada setiap lamarannya. Ia mengakui sulit berbicara, menjawab, menjual kata-kata dihadapan interviewer. Ia merasa kurang cukup pengalaman untuk berkomunikasi. Satu point yang baik ketika ia menyadari kelemahannya. Menurut saya hal ini biasa saja. Maksud saya biasa terjadi pada mahasiswa “kepinteran” yaitu pandai meganalisis - sulit beraksi, pandai membaca - sulit bicara, pandai mengajari – dan sulit baginya untuk “merasa diajari”.

Kisah diatas membawa saya kepada sebuah pertanyaan. Yaitu apa yang bisa dilakukan untuk maksimal di bangku perkuliahan dan kehidupan yang baik setelah lulus? Saya lebih condong kepada ide berwirausaha, berdagang, berjualan saat kuliah, saat menjadi mahasiswa. Tentunya hal ini menjadi pilihan ngaco saya setelah mempertimbangkan dua hal. Pertama, berorganisasi yang hanya menjebloskan IPK ke liang lahat, mempertumpul otak dan melestarikan budaya korupsi. Kedua, magang (kerja sambilan) yang hanya memakan energi dan pikiran lebih, serta menumbuhkembangkan sifat rendah diri dan pesimistis.

Berbeda dengan sebagian orang disana, “berdagang” saat kuliah (karena terlalu mini untuk dikatakan dengan redaksi “bisnis”) bagi saya bukanlah mata pencaharian. Mengingat saya telah memiliki mata pencaharian lain untuk sekedar makan, bensin, rokok, dan fotokopi makalah. Satu hal yang pasti, bukanlah “sedekah” (red) dari orang tua yang saya jadikan mata pencaharian. Menurut saya, berdagang saat kuliah adalah sarana mencari pengalaman. Berinteraksi dengan orang banyak, menghadapi konsumen galak/rewel/aneh/lebay/ngondek, mengetahui pasar dan pangsanya, belajar rendah hati, berkata-kata, berkomitmen, dan sebagainya.

Namun, dibalik semua ini, ada beberapa kontroversi dan dilema kontradiktif yang terspekulasi disekitar kita. Bahwasannya mahasiswa pintar hingga kepintaran adalah calon manusia gagal. Data dari pikiran ngawur saya berkesimpulan bahwa penyebabnya adalah terlalu banyaknya pertimbangan dan analisis dalam hidupnya, sulitnya bekerjasama, memberi kepercayaan dan wewenang kepada orang, dan proyeksi berlebihan dan sesat yang membawanya kepada ketidakpercayadirian dan ketakutan besar akan kegagalan. Semua ini adalah sebab dari berlebihannya kepintaran akademis dan logika yang dimilikinya.

Bahwasannya pula dikatakan mahasiswa bodoh hingga kurang pintar adalah calon pebisnis sukses. Masih dari pikiran ngawur saya, penyebabnya adalah kekurangpintaran di sisi akademis yang memaksanya untuk berbisnis, tidak banyaknya opsi dan ide bisnis yang bergentayangan di pikirannya, IP dan IPK kurang besar yang melatihnya untuk tidak minder saat jatuh dari bisnisnya.

Dua hal diatas hanyalah sebatas provokasi nyeleneh dari pikiran saya yang hanya akan membuat anda bingung, mengurut dada dan gelenggeleng kepala  setelah membacanya.  Sebagai cooling down saya ingin katakan dua hal lagi yang tentunya semakin ngawur. Pertama,  berdaganglah sambil kuliah untuk meminimalisir terjadinya hal seperti kisah di awal. Karena kurangnya pengalaman untuk seorang sarjana semakin memperjelas kesuraman dan kegagalan di masa depan. Kedua, janganlah anda berdagang sambil kuliah untuk menghindari kegagalan di dua masa, yaitu masa kuliah hingga masa depan. Karena bukankah hidup ini butuh konsentrasi, fokus? Dan bukankah serabutan itu hasilnya tidak maksimal?

Lalu, apa yang bisa dipetik dari tulisan ngawur ini? Jawabannya adalah Titi Kolo Mongso (Titi kolo Mongso = Pada Suatu Ketika). -Mas Bambang Simanjuntak-

Anal Sex, Doggie Style dan Oral Sex dalam Islam

Sengaja saya tuliskan judul yg sedikit ‘menjijikkan’ dan mungkin bisa membuat jengah anda, namun pada dasarnya ini didasarkan atas berbagi ilmu. Selain itu, disebutkan bahwa Islam adalah agama yg sempurna, dalam artian Islam mencsayap segala aspek kehidupan. Sex merupakan salah satu aspek kehidupan manusia. Tanpa sex, maka kita tidak akan pernah lahir, karena Nabi Adam dan ibu Hawa cuma diem2an belaka setelah diusir dari surga 


Sex termasuk dalam fiqh, karena pada dasarnya sex berkaitan dengan hukum ttg suami - istri. Saya jelaskan dulu, bahwa yg dimaksud dengan oral sex adalah melsayakan hubungan sex dengan mulut (+tangan) sebagai sarana pemuas. Sedangkan anal sex adalah melsayakan hubungan sex dengan dubur (anal) sebagai sarana pemuas. 


 Kebetulan saya pernah membaca bahwa  berhubungan badan melalui dubur adalah HARAM. Sayangnya saat itu saya tidak bisa memperlihatkan dalil-dalil yg mendukung  argumen saya. Maka, selama beberapa hari saya mencari dan menelusuri berbagai macam referensi Islam tentang anal sex ini.

Alhamdulillah, saya temukan beberapa referensi.

Sebagai ayat pembuka, saya  kutip sebuah ayat Al Quran:

“Isteri-isteri kamu bagaikan ladang buat kamu, oleh karena itu datangilah ladangmu itu sesukamu, dan sediakanlah untuk diri-diri kamu, dan tsayatlah kepada Allah, dan ketahuilah sesungguhnya kamu akan bertemu Allah, dan gembirakanlah (Muhammad) orang-orang mu’min.” (al-Baqarah: 223)


Ayat di atas memberikan makna bahwa bagi seorang suami, istrinya merupakan tempat yg sah bagi dia untuk berhubungan badan dan menebarkan benih (baca: sperma), tidak saja untuk mendapatkan keturunan namun juga untuk memperoleh kesenangan/kenikmatan berdua (tidak satu pihak). Jika kita sedikit telaah, ladang = tempat menebar benih dan menuai hasil, yg menurut tafsiran saya, ladang = (maaf) vagina… BUKAN PANTAD (sengaja dg huruf d, untuk memberi penekanan). Karena kita sendiri tahu bahwa wanita melahirkan bayi melalui vaginanya, bukan melalui pantadnya. Pantad = mengeluarkan kotoran tubuh, sebagai sisa hasil proses pengolahan makanan oleh tubuh.


Kita teruskan… Sebagai manusia, Rasululloh SAW juga melsayakan hubungan sex. Fatimah dan Ibrahim adalah sebagian anak2 Rasululloh SAW, yg tentu saja muncul dikarenakan beliau (Rasululloh) berhubungan dengan istri2 beliau. Nah, dalam kaitan dengan hubungan sex, Rasululloh SAW sudah mengeluarkan larangan mengenai HARAMNYA/DILARANGNYA ANAL SEX. Beliau bersabda
“Jangan Kamu setubuhi isterimu di duburnya.” (Riwayat Ahmad, Tarmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah)

Dan tentang masalah menyetubuhi isteri di duburnya ini, beliau mengatakan juga:
“Bahwa dia itu termasuk liwath yang kecil.” (Riwayat Ahmad dan Nasa’i)

Beberapa alasan yg bisa saya kemukakan, berdasarkan referensi2 yg saya baca, mengapa anal sex dilarang:


1. Dubur = tempat yg membahayakan dan kotor. Anda bisa bayangkan, anda berhubungan sex di tempat yg paling kotor, paling banyak  sayaman, bakteri, dst dst… Beberapa bibit penyakit menular sexual bersarang di dubur, sebagai contoh bibit penyakit gonore dan klamidia.
2. Anal sex, dikenal juga sebagai liwath, merupakan perilsaya kaum homoseksual, kaumnya Nabi Luth, yg diazab dan dimusnahkan oleh ALLAH SWT karena perilsayanya yg menyimpang tersebut. Dengan kata lain, jika kita melsayakan anal sex, sesungguhnya secara perlahan kita telah MENYERUPAI sebagai seorang homoseksual (silakan baca hadits kedua di atas).


Sekarang ada pertanyaan beri sayatnya. Bagaimana jika berhubungan sex dengan gaya anjing (doggie style)? Untuk kasus ini, saya  saya kutipkan pertanyaan sahabat kepada Rasululloh SAW.

Ada seorang perempuan Anshar bertanya kepada Nabi tentang menyetubuhi perempuan di farjinya tetapi lewat belakang, maka Nabi membacakan ayat:
“Isteri-isterimu adalah ladang buat kamu, karena itu datangilah ladangmu itu sesukamu.” (al-Baqarah: 223) — (Riwayat Ahmad)

Umar pernah juga bertanya kepada Nabi:
“Ya Rasulullah! Celaka saya. Nabi bertanya: apa yang mencelakakan kamu? Ia menjawab: tadi malam saya memutar kaki saya –satu sindiran tentang bersetubuh dari belakang– maka Nabi tidak menjawab, hingga turun ayat (al-Baqarah: 223) lantas beliau berkata kepada Umar: boleh kamu bersetubuh dari depan dan boleh juga dari belakang, tetapi hindari di waktu haidh dan dubur.” (Riwayat Ahmad dan Tarmizi)

Dari 2 kisah singkat di atas, maka doggie style DIPERBOLEHKAN dalam berhubungan sex di Islam.

Kini kita menuju oral sex

Sesuai dengan hadits terakhir yg saya tulis di atas, yg ‘dilarang’ Islam dalam berhubungan sex dengan istrinya adalah: lewat dubur dan di saat istri sedang haid. Dengan kata lain, Islam MEMBOLEHKAN oral sex. Saya  saya kutip dari beberapa referensi, di antaranya dari Yusuf Qardhawi bahwa beliau pernah melsayakan ditanya ttg sex oleh muslim Barat. Kesimpulan yg beliau dapatkan bahwa muslim Barat cenderung lebih ‘berani’ utk bertanya mengenai sex, dan oral sex menjadi salah satu topik yg ditanyakan kepada beliau. Yusuf Qardhawi, dengan berpedoman kepada Qur’an dan Sunnah Rasul, mengeluarkan pernyataan (fatwa) bahwa oral sex hu sayamnya BOLEH, karena salah satu cara untuk mencapai puncak kenikmatan sex bisa dicapai melalui oral sex. 

Hanya saja beliau mengingatkan bahwa utk oral sex ini harus diperhatikan bahwa alat kelamin tersebut TIDAK BOLEH DIPERLIHATKAN KEPADA ORANG LAIN, KECUALI ISTRI DAN HAMBA SAHAYANYA. 

Ulama-ulama juga sepakat bahwa oral sex diperbolehkan. Adapun MENELAN SPERMA SUAMI adalah hal MAKRUH, dg kata lain perbuatan tersebut BUKAN HARAM.

Adapun di Indonesia, ada ulama yg menyarankan untuk TIDAK menyarankan oral sex. Alasan yg dikemukakan adalah mulut = tempat/alat utk makan, bukan alat sex/reproduksi, sehingga menggunakan mulut sebagai (/menyerupai) alat reproduksi = menyalahi aturan ALLAH SWT.

Kesimpulan:
1. Anal sex = diharamkan, karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan kaum homoseksual, kaum yg dilaknat dan dimusnahkan ALLAH SWT.


2. Doggie style, berhubungan sex melalui belakang istri, DIPERBOLEHKAN, selama ‘tujuan akhirnya’ adalah vagina, BUKAN dubur.


3. Oral sex = ulama-ulama sepakat untuk MEMPERBOLEHKAN, bahkan menelan sperma pun tidak dilarang. Namun ada ulama yg tidak sependapat, karena oral sex ~ menyalahi penggunaan anggota tubuh.

“Sesungguhnya kebenaran tulisan ini berasal dari ALLAH SWT, jika ada kesalahan itu datangnya dari saya.”