“Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu ummat pertengahan agar kamu menjadi saksi
atas perbuatan manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatanmu”
(QS Al Baqarah – 143)
Seringkali Islam diragukan dan dimungkiri kemoderatannya. Lebih dari itu, ada saja pihak yang menentang secara keras bahkan radikal akan kemoderatan Islam. Seakan mereka menentang apa yang telah menjadi kodrat diutusnya agama Islam didunia ini. Bahkan lebih dari itu pula, seakan mereka tidak setuju, bahkan menentang keras apa yang telah tertulis dalam Al Quran -kitab yang ternyata juga mereka agungkan.
Kutipan ayat yang telah ditulis diawal menyatakan secara tersurat akan kemoderatan Islam. Moderat. Begitu penulis mengartikan kata-kata wasathon, yaitu pertengahan, dan kiranya tidak salah jika penulis mengatakannya sebagai moderat. Hanya saja tentunya ada makna-makna tersirat dibalik ayat yang sekilas begitu gamblang dan tersurat ini.
Cerita punya cerita, seorang ulama masyhur masa kini mencoba untuk menguak apa yang tersirat dalam kata wasathon tersebut. Ialah Syaikh Yusuf Al Qardhawi dalam salah satu kitab fenomenalnya, dari banyak kitab-kitab fenomenal karyanya. Ialah kitab “Al Khashais Al ‘Amah Li Al Islam”, sebuah kitab masyhur dikalangan akademisi. Beliau menemukan empat perkara yang tersirat dalam kata wasathon, yang selama ini disebut-sebut sebagai moderat dan seringkali diragukan serta dimungkiri kodratnya.
Pertama adalah wasathiyyah fi al ‘aqidah, yaitu kemoderatan Islam dalam aqidah, kepercayaan. Sejak zaman dahulu kala, telah ada fenomena golongan yang mempercayai keberadaan banyaknya Tuhan. Tuhan yang lebih dari satu. Tuhannya air, tanah, langit, udara, dan seterusnya. Bahkan dizaman modern seperti sekarang golongan seperti itu masih ada. Islam hanya mempercayai Allah sebagai pencipta langit, bumi, segala isinya dan kuasa atas segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Tidak berarti Islam memungkiri adanya pencipta, seperti golongan yang kita kenal dengan sebutan atheis.
Yang kedua adalah wasathiyyah fi al ‘ibadah, yaitu kemoderatan Islam dalam ibadah. Ibadah-ibadah wajib dalam Islam tidak merusak urusan duniawi manusia. Manusia tetap dapat menjalankan urusan duniawinya tanpa meninggalkan ibadah yang telah menjadi kewajibannya. Keduanya saling beriringan dan mendukung satu sama lain. Tidak pula ibadah itu nihil dalam Islam.
Yang ketiga adalah wasathiyyah fi at tasyri’, yaitu kemoderatan Islam dalam pensyariatan, aturan dan batasannya. Islam tetap menjaga fitrah manusia. Syariat Islam tidak mengekang sifat-sifat fitrah manusia. Kalau boleh kita ambil contoh seperti Rahib dan Biksu misalnya, yang diatur dalam agama mereka tidak boleh melakukan pernikahan. Alhasil, tersebarlah spekulasi masiv atas perzinahan dikalangan mereka. Islam juga tidak membebaskan sebebas-bebasnya hawa nafsu manusia. Seperti misalnya budaya seks bebas di belahan bumi bagian Barat. Islam mempunyai batasan-batasan yang tentunya menjaga kemashlahatan manusia sendiri.
Yang terakhir adalah wasathiyyah fi al akhlaq, kemoderatan Islam dalam akhlak. Dalam Islam dikenal habl min Allah dan habl min an naas. Keduanya saling beriringan dan bersinergi. Dalam prakteknya pula, Islam mengenal toleransi dan pluralitas. Toleransi dalam hal habl min an naas, dan tidak pada hal-hal yang prinsip. Islam juga mengenal pluralitas, dan bukan pluralisme yang menyamakan semua agama.